Puan dan Dunia Mimpi
![]() |
Sumber Gambar: PanEcoSwitzerland |
Besok adalah
hari besar untuk Puan, dimana akan banyak orang berkumpul untuk menghadiri
acaranya. Tamu undangan dan orang-orang penting akan datang. Puan harus segera
istirahat.
Matahari izin pamit, pertanda sore
hampir selesai. Kuning kemerahan warna langit membuat pikiran Puan terbang
makin jauh. Belakangan ini Puan sering menatap kosong. Bayangan masa kecilnya kerap datang,
sesekali air matanya jatuh saat otak kecilnya berhasil menyusun puzzle kenangan
puluhan tahun silam. Usianya tak muda lagi, pun bulu matanya tak selentik dulu,
mulai berubah jadi abu-abu. Wajahnya tak berkerut, namun geraknya mulai
melambat, tulangnya tak lagi kuat. Tenaganya mulai dirampas usia.
Puan bersama
beberapa keturunannya yang tersisa kini tinggal di Perth, Australia Barat. Beberapa
yang lain ada yang jadi perantau di Amerika dan Eropa, bernasib sama seperti
Puan. Hidup dalam kenyamanan, makanan selalu ada. Tidak perlu repot bangun pagi
untuk menjelajah hutan agar tetap makan. Pun Puan tak perlu khawatir dengan
keselamatannya, tak perlu berjaga dan waspada untuk terus bisa hidup. Sudah ada
penjaga yang selalu berkeliling disekitarnya. Namun tidak semua anak dan cucu
Puan bernasib sama, jadi pengembara di negeri orang. Ada yang kembali ke kampung
halaman, menjalani hidup penuh kebebasan di Sumatera, Indonesia.
Mengambil
keputusan untuk tetap tinggal memang bukan hal yang mudah, terlebih tempat asal
Puan lebih menyenangkan. Tak ada bising kendaraan, tak jadi tontonan, asri, dan
yang paling membuat Puan rindu akan kampung halaman adalalah hijau pepohonan,
sejuk udara dan ramahnya teman lama.
Sudah terlalu
lama Puan tak kembali, bahkan untuk membayangkan bisa pulang saja tidak, hanya
angan, sebatas harapan. Masih atau tidak rumahnya di Sumatera, Puan tak pernah
dapat kabar. Mungkin jutaan hektar halaman rumahnya dulu sudah berubah jadi
kebun sawit, jadi kebun karet atau malah jadi perumahan. Puan berharap tak ada yang
berubah, jika suatu saat dia diberi kesempatan untuk kembali, dia ingin coba
lagi bermain di halaman rumahnya, sekedar memanjat atau melakukan peregangan.
Puan sadar dia sudah tak mampu lagi bergelantungan di pohon tinggi seperti
dulu, saat masih berada di kampung halaman.
Temaram mulai
hilang, berganti angkasa yang gelap, lampu-lampu menyala sedari tadi, Kebun
Binatang Perth mulai sepi. Sebentar waktu, Puan yang terjaga sudah dijemput mimpi, terlelap.
Dia tak
berharap banyak pada mimpinya malam ini. Melepas lelah dari terjaganya seharian
tadi. Merasakan nyeri di seluruh tubuh bukan perkara yang menyenangkan. Usia
yang makin hari bertambah bukan malah membuat badannya makin kuat. Puan hanya
bisa menguatkan hatinya untuk tetap merasa sehat dan melihat anak cucunya terus
bergerak dan menjadi hebat.
Sumatera,
awal musim penghujan. Mendung Oktober menjadi pertanda jika rerumputan lekas
tumbuh, pepohonan mulai mengeluarkan bunga dan setelahnya jadi buah dengan
warna-warna cerah. Puan sangat suka udara sebelum rombongan air langit turun. Puan
suka bau tanah setelah hujan, Puan suka mendengar gesekan daun di pelataran.
Puan suka segala hal tentang rumah.
Puan beranjak
keluar rumah. Biasanya setiap pagi di halaman rumah, Puan bersama sahabatnya
kerap berkumpul dan berlarian. Berkeliling setelah hujan semalaman. Memetik
beberapa bunga, mengambil sejumput rumput muda, atau berlindung untuk sementara
jika hujan datang lagi. Berteduh di bawah daun payung yang lebar.
Beruanag
Madu, Merak Kepala Biru, Kijang, Babi Hitam, Kucing Batu. Mereka sahabat kecil
Puan. Sekumpulan satwa yang berteman dalam lebatnya hutan Sumatera. Puan kecil
sangat bangga dengan pertemanannya, sebaya, dan tak takut apa-apa.
Mimpi Puan
tampil acak, tak bisa dikendalikan. Puan bersama teman kecilnya berjalan diatas
tanah, Kijang berada di depan memimpin perjalanan, tapi dengan tubuh yang tak
lengkap tanpa tanduk dan ada luka sobek di lehernya. Babi Hitam berjalan pelan,
pincang dan berada paling belakang sambil mengendus, mencari umbi yang bisa dia
gali untuk dimakan. Kaki belakang sebelah kanan terdapat luka tembak dan sayat.
Begitu juga dengan Merak, Kucing Batu dan Beruang Madu, mereka berjalan tepat
di samping Puan, telanjang tanpa bulu.
Tak ada yang
bicara, Puan bingung dengan teman-temannya, tapi dia merasa senang karena
diajak berkelana. Puan terus mencari cari apa yang salah. Kenapa mereka tak
angkat bicara barang mengeluarkan satu kata, kenapa badan mereka penuh luka.
Banyak pertanyaan yang hilir mudik di kepala Puan. Tetapi semua diam. Semua
hanya berjalan. Yang Puan tau, mereka sedang menuju batas hutan, di ujung
Tapanuli. Perjalanan jauh, dan belum pernah Puan lakukan sebelumnya.
Suara
serangga mengisi kekosongan, sesekali burung yang berada di pohon juga memecah
kebisuan. Tapi kicau burung tak buat Puan lekas paham. Apa sebenarnya yang
terjadi. Kenapa harus pergi ke ujung Tapanuli. Padahal buah di halaman rumah
sudah cukup untuk makan, rerumputan juga tumbuh subur. Puan terheran, sampai
ditengah perjalanan, Beruang Madu dan Kucing Batu memberi sebuah isyarat agar
mereka bergerak lebih cepat. Ada bau yang tak biasa mereka rasakan, tapi Kucing
Batu dan Beruang Madu tau, bau manusia.
Puan merasa
paling muda dalam rombongan, paling sehat, dan dengan anggota badan yang
lengkap dalam rombongan, ini kali pertamanya pergi jauh dari rumah. Belum ada
pengalaman, Puan tidak tau mana manusia baik, mana manusia yang bisa jadi
ancaman. Puan belum pernah bertemu manusia jahat.
Tiba-tiba ada
suara keras, mengagetkan serombongan satwa yang tengah berjalan menjauh dari
bau manusia. Darr.. suara ledakan sangat keras.
Puan yang
terkejut bangun dari mimpinya.
Matahari
sudah kembali dari pamitnya kemarin sore, lampu-lampu di Kebun binatang Perth
sudah padam. Samar pagi menyapa Puan yang makin lemah. Semakin hari puan
semakin tak berdaya, diusianya yang sudah lebih dari separuh abad membuat
seluruh sendinya malas beraktivitas.
Puan belum
beranjak, masih memikirkan mimpi singkatnya semalam. Tak biasanya Puan
dipertemukan dengan teman lamanya, mimpi puan tak pernah pergi jauh. Hanya
sekeliling Perth, tentang anak-anak manusia yang biasa menggodanya, atau para
manusia lain yang menjaga Puan dan menjadi sahabat puan selama di Perth. Mimpi
puan tak pernah seburuk semalam.
Dari atas
tempat tidur gantung, puan mendengar suara pagar kandang terbuka, suara-suara
lain menyusul, ini masih seperti biasanya pikir Puan. Sudah terbiasa dengan
suara-suara ramai, tak lagi membuat Puan terkejut. Tak ada yang lebih
mengejutkan dari suara dimimpi Puan semalam.
Dokter
datang, penjaga datang, beberapa orang yang tidak Puan kenal juga datang. Puan beranjak dari tempat tidurnya, turun
menuju kerumunan, memeluk penjaga untuk member salam sapa seperti biasanya.
Tapi beberapa waktu belakangan puan benar-benar merasa tak sehat. Semangatnya dikalahkan
oleh waktu.
Puan terkenal
sebagai Eyang Putri yang sangat bijak, penyayang, dan pemomong handal bagi
keturunannya. Bahkan tidak sedikit orang yang belajar dari sabarnya Puan
sebagai Orang Utan. Semua sayang Puan.
Dokter mulai mengeluarkan
sebuah alat suntik. Puan pikir, sebuah obat akan meredakan nyerinya. Puan
menerima apapun yang diberikan Dokter, Puan percaya mereka tidak akan
mencelakakannya.
Satu suntikan
ditusukan ke tubuh Puan, obat mengalir, tenang dan membuatnya tertidur. Dia
merasa sangat sehat. Puan belum pernah merasa sebaik ini, tak ada nyeri, tak
ada sakit. Begitu nikmat. Tapi dia malah melihat dirinya sendiri dalam keadaan
tidur, mimpi apa lagi ini, pikirnya. Dalam kebingungan, Puan melihat penjaga
yang juga sahabatnya selama di Perth menangis. Apa yang salah pikir Puan.
Kenapa dia bisa melihat dirinya, kenapa orang-orang melihat tubuhnya yang
tertidur dengan wajah sedih.
Puan terus
bertanya tanya. Lalu seorang penjaga menyelimuti Puan dengan kain putih,
seluruh badannya ditutup.
Pertanyaannya
belum terjawab. Tak lama, sahabat kecil yang semalam datang dimimpinya
tiba-tiba memanggilnya. Mereka juga tampak sehat, tidak ada luka, mereka
seperti sangat bahagia.
Dari
kejauhan, mereka bersorak. Puan, mari pulang.
~Sonowl
Posting Komentar untuk "Puan dan Dunia Mimpi"