Mengurai | Puisi tipis
Photo by Son Owl |
Aku sudah menunggu selama yang aku mampu,
mengais pengharapan dari segala penantian.
Kita pernah bercerita,
Kita pernah bercerita,
diantara gelora muda dan gelak tawa.
Kamu mengisahkan aku sebagai raja,
begitupun aku sebaliknya, kamu adalah ratunya.
Waktu itu hujan, tapi senyum mu tak kunjung pudar,
Waktu itu hujan, tapi senyum mu tak kunjung pudar,
mungkin ada aku.
Hari-hari berganti, semua cerita mulai menua,
Hari-hari berganti, semua cerita mulai menua,
sempat kau bilang bahwa kita tak lagi sama.
Kita mulai tak sejalan karna kesalahan yang terus berulang.
Kamu diam,
Air matamu jatuh saat kau ceritakan semua peluh.
Kukatakan padamu dengan semua harap maaf dari mu.
Lagi, kau sulit mempercayainya.
Air matamu jatuh saat kau ceritakan semua peluh.
Kukatakan padamu dengan semua harap maaf dari mu.
Lagi, kau sulit mempercayainya.
Sekarang, kita masih berjalan seperti yang mana kita rencanakan.
Saling berkabar karna jarak kita yang tidak berdekatan.
Semua berangsur membaik, dengan semua pelajaran yang dulu kita rasa pahit.
Saling berkabar karna jarak kita yang tidak berdekatan.
Semua berangsur membaik, dengan semua pelajaran yang dulu kita rasa pahit.
Kita beranjak dewasa berawal dari pertengkaran yang menyiksa.
Aku selalu suka suaramu, terdengar seperti desir angin pantai saat kita berduaan.
Aku tetap dengan isi kepalaku.
Kamu harus tetap jalan dengan alur hatimu.
Aku mencintaimu seperti kayu yang tak sempat menyampaikan rindunya pada api.
Kamu harus tetap jalan dengan alur hatimu.
Aku mencintaimu seperti kayu yang tak sempat menyampaikan rindunya pada api.
Hay, sampai jumpa dalam mimpi yang lelah.
Posting Komentar untuk "Mengurai | Puisi tipis"