Remahan Semesta | Puisi Tipis
Malam terasa lebih malam
Dingin menyapu jalan, gelap semakin suram
Pada langit aku bersimpuh, pada bumi aku mengeluh
Kutunjukan tanah basah pada semestaku
Diatasnya tak ada lagi pohon berdiri
Diatasnya tak ada lagi hewan menari
Semuanya sudah tidur dengan tenang
Ada yang masih berdiri, tapi sudah bukan pohon lagi
Ada yang masih menari, namun sudah dalam bentuk animasi
Semestaku, ketahuilah bahwa pohonmu kini sudah jadi rumah
Akarnya sudah jadi meja yang mewah
Tadinya, rumah itu tempat tinggal banyak hewan, tempat banyak kehidupan yang menjadikannya rumah untuk pulang.
Tempat bermain dan belajar.
Tapi rumah sebelum jadi rumah yang tak ramah.
Sementara..
Dibalik kematian ada kaum yang bersenang-senang.
Duduk rapi dengan makanan serba protein,
Rumahnya di tebang, penghuninya dimakan,
Semestaku, ketahuilah bahwa Ibu Bumi sudah tak sehat lagi.
Mereka berupaya menjaga segalanya, termasuk kemewahan dan kantong pribadinya.
Upaya menjaga tak lebih dari sebuah kata.
Sementara..
Disisi lain mereka bersikeras bahwa semua sudah dilarang
Semua sudah dimasukan dalam peraturan undang-undang
Nyatanya, mereka masih lapar
Undang-undang dan peraturan tak pernah cukup sebagai perlindungan
Lagi..
Mereka salahkan kaum kecil seperti kami
Mereka beli hutan buyut kami
Terus menebang tanpa pernah merasa kenyang
Mereka ambil semua kayunya, mereka bakar gambutnya, dan mereka tuduh kami pelakunya.
Atau..
Kelak dikemudian hari kau akan sadar tuan
Saat air tak lagi mengalir
Saat udara telah sepenuhnya mereda
Tak ada yang bisa kau jadikan uang,
Dan kau mulai paham bahwa uang tak bisa dimakan
Atau..
Saat semua yang kau ambil menagih pertanggungjawaban dihadapan tuhan.
Posting Komentar untuk "Remahan Semesta | Puisi Tipis"