Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wave | Puisi Tipis


Tentang serpihan, luka dan rasa
Mengenang atau menggenang, kupikir itu sudah menjadi pilihan.
Karena berdinamika dengan cinta tak pernah semulus telapak tanganmu.
Dengan sesama kupahami, cinta bukan hanya tentang saling menghargai.

Seperti merindu, pada kabut pagi yang tak lagi datang menemani.
Pagi ku tak seperti padi di luasnya hamparan sawah, tetap menunduk agar doanya dijabah.
Bukan lagi soal aku cinta padamu
Tapi bagaimana aku bisa membahagiakanmu

Lampu jalan diam berdiri berjajar, satu persatu mereka padam, pagiku berganti, dengan matahari yang terasa menyayat hati.
Nyiur angin tak mampu meredam panas. Bukan terbakar sinar yang aku rasakan, tapi cemburu yang tumbuh berserakan.

Riuh ramai kota menyampaikan pesan pada hatiku yang terlena, bertumbuh sedih dengan iringan hati yang luka.
Sementara, kunikmati waktu yang berjalan, kuhargai keputusan yang kau berikan.
Sementara, sedang kucoba membenci ombak, kucoba membenci angin, karena membencimu adalah hal yang tidak mungkin.

Seperti merindu, namun langit tak pernah lagi biru.
Mungkin kau terengah, atas rindu yang perlahan mulai musnah
Jika suatu hari tak pernah kau temukan kebahagiaan.
Kembalilah, hapus semua cerita duka, dan yakinlah bahwa kita tak pernah berbeda tentang cinta.


Son Owl

Posting Komentar untuk "Wave | Puisi Tipis"