Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mahasiswa, Mahasisa dan Remahan Kampus

Photo by Son Owl

Mahasiswa dan Mahasisa, terdengar mirip, tapi miris. Mahasiswa adalah mereka yang menjalani pendidikan dan pengajaran, yang melakukan penelitian dan pengembangan, dan yang mengabdi untuk masyarakat. Harusnya memang seperti itu, tapi 'katanya' sekarang jiwa-jiwa dengan pemikiran seperti itu sedang langka, mereka (mahasiswa) lebih suka belajar, belajar, belajar, pacaran, bikin anak, dan lulus cepat. Cukup dengan penelitian sederhana, melakukan pengajaran sementara dan mengabdi sebisanya.

Setelah lulus, langsung cari kerja dan menjadi robot perusahaan, manut nurut apa kata atasan, berangkat pagi pulang petang, kadang pagi lupa sarapan, bangun kesiangan, lembur tidak berkesudahan, ahh.. sial banget idup lu, kayak gue. Tai. Padahal belum wisuda, astagaaa..
Berat rasanya kalo dipikir, berhubung saya bukan pemikir yang baik, jadi, baiklah, jalani saja.

Beberapa kali berurusan dengan akademik karena masalah keuangan, buat saya dan teman-teman lainnya sadar ternyata kuliah gak sebatas cari ijazah aja. Berjuang dan membuat bangga diri sendiri dengan cara memberi kontribusi lebih untuk kampus tercinta dengan cara yang lain, donasi rutin tiap semester. Prestasi di bidang akademik aja gak cukup, butuh semangat dan energi lebih untuk sadar kalo para mahasisa inilah yang paling dekat dengan masyarakat, yang paling tau gejolak politik di daerah sekitar, sampai desas-desus miras oplosan yang sedang marak beredar. Kami adalah garda terdepan kampus dalam menjelaskan ke masyarakat sekitar kalo kampus juga peduli sama warga yang rumahnya sering dijadiin tempat tidur sama anak-anak yang kuliah di kampus. Terkadang si anak-anak juga jadi mahasiswa kalo pas ada proker UKM atau Bakti Sosial.

Balik lagi ke mahasiswa yang mahasisa, sebenarnya celoteh seperti ini bisa saja diamini, juga bisa di buat dengki sebenci-bencinya. Karena bertolak belakang memang diperlukan. Buat Mahasisa, mengabdi bukan lagi menjadi hal yang disempatkan, tetapi sudah menjadi kebutuhan, lah mau ngapain lagi kalo gak berbakti dan bermanfaat sama orang banyak. Udah kuliah lulus telat, tiap ada kelas gak pernah berangkat, masih aja sombong gak mau bilang kalo waktunya habis buat memahami isu sosial yang begitu beragam. Sakit atau tidak, wisuda teman memang sangat memukul, terlebih teman-teman seperjuangan yang sudah pada lulus duluan. Pesan saya untuk para mahasisa: kalian adalah pahlawan tanpa pamrih yang memperjuangkan nama sendiri dan mengatasnamakan kampus sebagai media, harus tetap semangat dan kuat.

Kebetulan, di kampus saya ada yang namanya Sekolah Vokasi, yaitu penampungan Mahasiswa non gelar sarjana. D3, D4 dari berbagai macam program studi dan jurusan. Saya baru tau ternyata penghuni Sekolah Vokasi dua kali lebih banyak dari anak Fakultas. Mayan kalo ada acara suporter, Sekolah Vokasi Selalu jadi andalan.

Perbedaan antara Sekolah Vokasi dan Fakultas terletak di KKN. Ya, kurang lebih begitu, tapi kadang bisa juga gak begitu.

Benang merah, tapi bisa gak merah, tergantung di toko sisanya apa.

Buat anak kuliahan, KKN udah gak asing lagi untuk didengar. Kecuali anak sekolah. Saya mahasiswa, tapi masih sekolah. Nah, ini dia yang kadang aneh. Sepintas nampak rasis, SV dibedakan dengan anak FAKultas. Ah, terserah! yang penting saya mahasiswa, dan ada yang saya perjuangkan. Sedikit untuk saya, sedikit untuk rakyat, sedikit untuk kamu. Saya belum punya prioritas yang banyak selain masa depan. 

Kami, (anak vokasi) gak ngerasain KKN, tapi kami (anak vokasi) tetap mengabdi. Sekarang, si anak sekolahan ini masa studinya di pangkas habis-habisan, di pagar rapat kreativitasnya untuk lulus tidak tepat waktu. Dilarang eksplor Indonesia, katanya indonesia terlalu bagus, buat orang bule saja, kamu cepet lulus dan kerja.

taiii woy..
hahaha


Posting Komentar untuk "Mahasiswa, Mahasisa dan Remahan Kampus"